MANAJEMEN LABA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manajemen laba atau earnings management
adalah penyajian yang tidak tepat atas proforma ekonomis pada laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen atau
penyedia laporan keuangan dengan meningkatkan atau menurunkan laba yang
dilaporkan. Manajemen laba merupakan salah satu fenomena yang tidak asing lagi
didalam dunia akuntansi. Istilah manajemen laba ini muncul disebabkan karena
konsekuensi langsung dari upaya-upaya manajer atau penyedia laporan keuangan
untuk memanipulasi
informasi akuntansi khususnya laba. Manipulasi laba ini bertujuan untuk
kepentingan pribadi maupun kepentingan perusahaan karena ada motivasi atau
tekanan yang muncul di sisi penyedia laporan keuangan untuk memanipulasi
laporan keuangan.
Manajemen laba akan menimbulkan
intepretasi yang salah dari para pengguna laporan keuangan, sehingga akan
menyebabkan pengambilan keputusan yang salah dari pengguna laporan keuangan.
Sebagai contoh seorang investor akan salah mengambil keputusan dalam melakukan
investasi pada suatu entitas dimana entitas itu melakukan manajemen laba.
Ekspektasi dan prediksi akan keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut
akan berbeda dari keuntungan aktual dari aktivitas investasi tersebut. Menurut
(National Commission on Fraudelent Financial Reporting, 1987 dalam Wahyudin
2003) manajemen laba
merupakan tindakan yang
dapat menyesatkan pemakai
laporan keuangan dengan menyajikan informasi tidak akurat dan bahkan kadang
merupakan penyebab terjadinya tindakan illegal, seperti penggunaan metodemetode
akuntansi yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Manajemen laba memang berhubungan erat
dengan tingkat perolehan laba
atau earnings, hal ini disebabkan karena laba yang diperoleh suatu entitas
sering dijadikan tolak ukur dari para pengguna laporan keuangan. Pengguna
laporan keuangan sering menjadikan laba atau earnings menjadi indikator
keberhasilan dan kesuksesan dari sebuah entitas. Karena hal itulah setiap
entitas berkeinginan untuk melaporkan tingkat laba yang lebih tinggi.
Manajemen laba diduga muncul atau
dilakukan oleh manajer atau penyedia laporan keuangan, karena terdapat motivasi
yang diharapkan dari tindakan tersebut. Gumanti (2000) mengatakan bahwa manajemen laba merupakan salah satu
topik yang menarik untuk diteliti dan dibahas. Karena dengan meneliti manajemen
laba dapat diperoleh gambaran akan perilaku para manajer dalam melaporkan
kegiatan usahanya selama periode tertentu dengan adanya kemungkinan munculnya
motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk mengatur laba atau data keuangan
lain yang dilaporkan. Manajemen laba tidak harus dikaitkan dengan upaya untuk
memanipulasi data atau informasi akuntansi tetapi juga dapat dikaitkan dengan
pemilihan metode akuntansi untuk mengatur keuntungan yang bisa dilakukan karena
memang diperkenankan menurut standar dan peraturan yang berlaku.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka
yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah menjelaskan tentang
manajemen laba di perusahaan.
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah yang telah
diuraikan di atas maka penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan
informasi tentang praktik manajemen laba.
1.4. Manfaat Penelitian
Makalah ini diharapkan dapat memberikan
manfaat berupa tambahan pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai manajemen
laba.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kajian Teori
Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan
keuangan menggunakan dasar akrual. Dengan menggunakan dasar akrual, transaksi
atau peristiwa lain diakui pada saat transaksi atau peristiwa lain tersebut
terjadi bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan. Sebagai
konsekuensi penggunaan dasar akrual ini, dalam statemen keuangan, laba dalam
suatu periode dapat mengandung unsur kas dan akrual (non kas).
Unsur akrual dapat terjadi berdasarkan
kebijakan manajemen (discretionary accruals) atau non-kebijakan manajemen (nondiscretionary
accruals). Peningkatan penjualan secara kredit seiring dengan
pertumbuhan perusahaan (tanpa perubahan kebijakan) dapat merupakan contoh
nondiscretionary accruals, sedangkan perubahan biaya kerugian piutang yang
disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen
dalam penentuan biaya kerugian piutang dapat dijadikan contoh discretionary
accruals. Dasar akrual ini mempunyai implikasi bahwa laba akuntansi antara lain
ditentukan oleh besaran akrual baik yang discretionary maupun nondiscretionary
Manajemen laba
dilakukan dengan tujuan tertentu. Misalnya, manajemen laba yang dilakukan
dengan menggunakan akrual yang menaikan laba untuk tujuan mendapatkan harga
saham yang relatif tinggi pada waktu penerbitan saham. Hasil penelitian bahwa
terdapat manajemen laba dalam statement keuangan perusahaan sebagai go public
dengan menggunakan akrual yang menaikan laba.
Manajemen laba
dapat juga dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan terkait dengan
kepemilikan saham manajemen. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dalam rangka
program opsi saham karyawan. Dalam program ini, harga pengambilan opsi biasanya
ditentukan pada saat penawaran program. Hal ini mendorong manajemen untuk
melakukan manajemen laba sebelum tanggal hibah opsi yaitu menurunkan laba agar
mempengaruhi harga saham dan dengan demikian manajemen dapat menerima opsi pada
waktu harga saham relatif rendah.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.1. Pengertian Manajemen
Laba
Salah satu
ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan bisnis adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Informasi laba
sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC)
Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi
pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif. Hal tersebut
membuat pihak manajemen berusaha untuk melakukan manajemen laba agar kinerja
perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal.
Manajemen laba (earning management)
didefinisikan oleh beberapa peneliti akuntansi secara berbeda-beda sbb :
1. Widyaningdyah (2001 :92) membagi
definisi manajemen laba menjadi dua yaitu:
a. Definisi sempit
Earning management dalam hal ini hanya
berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Earning management dalam artian
sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manager untuk “bermain” dengan
komponen discretionary accruals dalam penentuan besarnya laba.
b. Definisi luas
Earning management merupakan tindakan
manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas unit
dimana manager bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan)
profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.
2. Healy dan Wahlen (1999: 368)
memberikan definisi manajemen laba yang ditinjau dari sudut pandang penetap
standar, yaitu manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan
tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan
keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi
yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang
menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu.
3. Schipper (1989: 92) mengartikan
manajemen laba dari sudut pandang fungsi pelaporan pada pihak eksternal,
sebagai disclosure management, dalam pengertian bahwa manajemen melakukan
intervensi terhadap proses
pelaporan keuangan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan pribadi.
Meskipun sudut pandang definisi manajemen
laba yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti akuntansi berbeda, namun
pada dasarnya definisi manajemen laba yang dikemukakan mengarah pada perspektif
opportunis.
Scott (2000: 351) membagi cara pemahaman
atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku
oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak
kompensasi, kontrak uang, dan political cost (opportunistic Earnings
Management). Kedua, memandang manajemen laba dari perspektif efficient
contracting (efficient Earning Management), dimana manajemen laba memberi
manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam
mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak
yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian manajer dapat mempengaruhi nilai
pasar saham perusahaannya melakukan manajemen laba, misalnya dengan membuat
perataan laba dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Selain itu, dari beberapa
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen laba yang dilakukan oleh
manajer tidak hanya dengan cara memaksimalkan laba tetapi juga dengan
meminimalkan laba.
3.1.2. Bentuk-Bentuk
Manajemen Laba
1. Taking a bath
Disebut juga big baths, bisa terjadi
selama periode dimana terjadi tekanan dalam organisasi atau terjadi
reorganisasi, misalnya penggantian direksi. Jika teknik ini digunakan maka
biaya-biaya yang ada pada periode yang akan datang diakui pada periode berjalan.
Ini dilakukan jika kondisi yang tidak menguntungkan tidak bisa dihindari.
Akibatnya, laba pada periode yang akan datang menjadi tinggi meskipun kondisi
tidak menguntungkan.
2. Income minimization
Pola meminimumkan laba mungkin dilakukan
karena motif politik atau motif meminimunkan pajak. Cara ini dilakukan pada
saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak
mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa
penghapusan (write off) atas barang-barang modal dan aktiva tak berwujud,
pembebanan pengeluaran iklan, riset, dan pengembangan yang cepat.
3. Income maximization
Maksimalkan laba bertujuan untuk
memperoleh bonus yang lebih besar, selain itu tindakan ini juga bisa dilakukan
untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang (debt
covenant).
4. Income smoothing
Perusahaan umumnya lebih memilih untuk
melaporkan trend pertumbuhan laba yang stabil dari pada menunjukkan perubahan
laba yang meningkat atau menurun secara drastis.
5. Timing Revenue and
Expenses Recognation.
Teknik ini dilakukan dengan membuat
kebijakan tertentu yang berkaitan dengan timing suatu transaksi, misalnya
pengakuan premature atas pendapatan.
3.1.3. Motivasi Manajemen
Laba
Menurut Scott
(2003: 377), motivasi manajemen melakukan tindakan pengaturan laba adalah
sebagai berikut :
1. Rencana Bonus (bonus scheme)
Manajer
perusahaan yang mendapatkan rencana bonus akan memilih kebijakan akuntansi yang
sedikit konservatif dibandingkan dengan manajer perusahaan tanpa rencana bonus.
Manajer dengan rencana bonus akan menghindari metode akuntansi yang mungkin
melaporkan net income lebih rendah. Manajer menggunakan laba akuntansi untuk menentukan besarnya bonus, cenderung
memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimumkan laba.
Dalam rencana
bonus ada istilah bogey dan capbogey merupakan tingkat laba minimum untuk
memperoleh bonus. Sedangkan cap adalah tingkat laba maksimum untuk
memperoleh bonus. Jika laba ada di atas cap, ada tidaknya bonus tergantung pada
kontrak yang dilakukan antara pemegang saham dan manajer. Manajemen laba dapat
dilakukan dengan menggeser laba ke periode berikutnya. Jika laba berada dibawah
bogey maka manajer akan semakin mengurangi laba bersih. Dengan demikian
kemungkinan untuk mendapatkan bonus di periode berikutnya akan meningkat.
2. Kontrak utang jangka panjang (Debt Covenant)
Kontrak hutang
jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi
pinjaman (lender atau kreditur) dari tindakan-tindakan manajer terhadap
kepentingan kreditur, seperti deviden yang berlebihan, pinjaman tambahan, atau
membiarkan modal kerja dan kekayaan pemilik berada dibawah tingkat yang telah
ditentukan yang mana semuanya menurunkan keamanan atau menaikkan risiko bagi
kreditur yang telah ada.
Motivasi ini
sejalan dengan hipotesis debt covenant dalam teori akuntansi positif yaitu semakin
dekat suatu perusahaan dengan pelanggaran perjanjian hutang maka manajer akan
cenderung memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode
mendatang ke periode berjalan sehingga dapat mengurangi kemungkinan perusahaan
mengalami pelanggaran kontrak.
3. Motivasi Politis (political motivation)
Aspek politis
tidak dapat dilepaskan dari perusahaan, khususnya perusahaan besar dan
strategis, karena aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak. Perusahaan
yang berkecimpung dibidang penyediaan fasilitas bagi kepentingan orang banyak
seperti listrik, air, telekomunikasi, dan sarana infrastruktur, secara politis
akan mendapat perhatian dari
pemerintah dan masyarakat. Perusahaan seperti ini cenderung menurunkan laba
untuk mengurangi visibilitasnya, khususnya selama periode kemakmuran tinggi.
Tindakan ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah
misalnya subsidi.
4. Motivasi Perpajakan (taxation motivation)
Perpajakan
merupakan salah satu alasan utama mengapa perusahaan mengurangi laba bersih
yang dilaporkan. Dengan mengurangi laba yang dilaporkan maka perusahaan dapat
meminimalkan besarnya pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah.
5. Pergantian Direksi
Beragam motivasi
timbul di sekitar waktu pergantian direksi sebagai contoh, direksi yang
mendekati masa akhir penugasan atau pensiun akan melakukan strategi
memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya. Demikian juga dengan direksi
yang kurang berhasil memperbaiki kinerja perusahaan akan cenderung
memaksimalkan laba untuk mencegah atau membatalkan pemecatannya.
6. Penawaran Perdana (initial public
offering)
Ketika
perusahaan dinyatakan telah go public, informasi keuangan yang ada didalam
prospektus merupakan sumber informasi penting. Informasi ini dapat digunakan
sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan. Untuk
mempengaruhi keputusan calon investor, maka manajer berusaha menaikkan laba
yang dilaporkan. Selain itu, motivasi pasar modal juga mempengaruhi dalam
tindakan manajemen laba. Penggunaan informasi secara luas oleh investor dan
analisis keuangan untuk melindungi nilai sekuritasnya, dapat menciptakan
dorongan manajer untuk memanipulasi laba dalam usahanya untuk mempengaruhi
kinerja sekuritas jangka pendek.
3.1.4. Teknik Manajemen Laba
Teknik dan pola manajemen laba menurut
Asyik (2000: 23) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu :
1. Perubahan metode akuntansi
Manajemen
mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat
menaikkan atau menurunkan angka laba.
2. Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi
Manajemen
mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkanjudgment (kebijakan)
perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk
melibatkan subyektivitas dalam menyusun estimasi.
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan
Manajemen
menggeser periode biaya atau pendapatan (sering disebut manipulasi keputusan
operasional)
3.1.5. Mendeteksi
Manajemen Laba
Kesalahan dalam
memprediksi ada atau tidaknya praktek manajemen laba di dalam perusahaan
menyebabkan penilaian terhadap kinerja perusahaan menjadi bias. Beberapa
pendekatan pun muncul untuk mengurangi kesalahan tersebut. Beberapa pendekatan
untuk mengetahui keberadaan manajemen laba antara lain:
1. Penggunaan Distribusi Laba
Salah satu
pendekatan dalam mengidentifikasi manajemen laba oleh suatu perusahaan adalah
distribusi laba. Pendekatan ini melihat adanya batas pelaporan laba (earning
threshold) yang harus dicapai. Perusahaan yang labanya berada dibawah batas
pelaporan laba akan berusaha menaikkannya agar melewati ambang batas tersebut.
Cara yang paling memungkinkan adalah dengan menggunakan manajemen laba. Kasus
seperti ini ditunjukkan oleh terlalu sedikitnya perusahaan yang melaporkan laba
di bawah batas dan sebaliknya terlalu banyaknya perusahaan yang melaporkan laba
diatas batas.
Yulianti (2004)
menunjukkan bahwa manajemen laba untuk menghindari kerugian terjadi pada
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ antara tahun 1999-2002. Hal itu
terlihat dari patahnya distribusi laba yang ditunjukkan dengan terlalu
banyaknya perusahaan yang melaporkan laba rendah (small profit firms)
dibandingkan perusahaan yang melaporkan rugi rendah (small loss firms). Menurut
Burgstahler dan Dichev (1997) patahnya distribusi laba dan perubahan laba
disekitar earning threshold seharusnya mengikuti pola distribusi normal.
Patahnya distribusi laba tersebut menurut Burgstahler dikarenakan :
·
Titik
pelaporan laba nol; yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk menghindari
pelaporan kerugian.
·
Titik
perubahan nol; yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk menghindari
penurunan laba.
2. Pendekatan Beban Pajak Tangguhan
Pendekatan lain
dalam mendeteksi manajemen laba ialah dengan menggunakan beban pajak tangguhan.
Beban pajak tangguhan (deferred tax expense) timbul akibat perbedaan temporer
antara laba komersil (laba bersih didalam laporan laba-rugi) dengan laba fiskal
(laba hasil perhitungan kantor pajak). Perbedaaan tersebut dikarenakan
pelaporan keuangan perusahaan menggunakan PSAK sedangkan laporan keuangan
fiskal menggunakan undang-undang pajak. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) memberikan kebebasan manajemen dalam menentukan prinsip atau asumsi
pembuatan laporan keuangan. Peraturan pajak lebih ketat dan konservatif dalam
menentukan kebijakan pelaporan keuangan.
Metode ini
berdampak laba perusahaan pada suatu periode tinggi namun, menurun dibeberapa
periode berikutnya. Variabel beban pajak tangguhan diukur dengan melihat
perubahan antara aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets) dan kewajiban
pajak tangguhan (deferred tax liabilities). Penggunaan beban pajak tangguhan
dalam mendeteksi manajemen laba menjadi penting karena metode sebelumnya,
akrual, terbuka peluang untuk kesalahan. Penelitian menggunakan beban pajak
tangguhan untuk mendeteksi manajemen laba di Indonesia dilakukan oleh Yulianti
(2004).
3. Indeks Beneish
Beneish (1999:
10-12) melakukan penelitian dalam mendeteksi manajemen laba dengan menggunakan
informasi akuntansi yang terdapat di dalam laporan keuangan. Metode yang
digunakan ialah berupa rasio (indeks) keuangan dimana variabel-variabelnya
merupakan variabel yang diduga dapat dilakukan rekayasa untuk meningkatkan atau
menurunkan laba. Ukuran rasio keuangan digunakan karena dapat menangkap
distorsi yang muncul dari tindakan manajemen laba sekaligus sebagai acuan
investor dalam menganalisis laporan keuangan. Indeks tersebut adalah, Days
Sales in Receiveable Index, Gross margin Index, Asets Quality Index, Sales
Growth Index, Depreciation Index Sales, general and administration expense
index, Leverage Index, dan Total acrual to total aset.
3.1.6. Teori Keagenan
Teori Keagenan
(Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) dalam Masdupi (2005, 59)
mendefinisikan teori keagenan sebagai hubungan antara agen (manajemen suatu
usaha) dan principal (pemilik usaha). Di dalam hubungan keagenan terdapat suatu
kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain (agen)
untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal dan memberi wewenang kepada agen
untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal.
Dalam model
keagenan dirancang sebuah sistem yang melibatkan kedua belah pihak, sehingga
diperlukan kontrak kerja antara pemilik (principal) dan manajemen (agent).
Dalam kesepakatan tersebut diharapkan dapat memaksimumkan utilitas principal,
dan dapat memuaskan serta menjamin agen untuk menerima reward dari hasil
aktivitas pengelolaan perusahaan. Perbedaan kepentingan antara pemilik dan
manajemen terletak pada maksimalisasi manfaat (utility) pemilik (principal)
dengan kendala (constraint) manfaat (utility) dan insentif yang akan diterima
oleh manajemen (agent). Karena kepentingan yang berbeda sering muncul konflik
kepentingan antara pemegang saham/ pemilik (principal) dengan manajemen (agen).
Informasi
laporan keuangan yang disampaikan secara tepat waktu akan mengurangi asimetri informasi
yang erat kaitannya dengan teori agency (Kim dan Verrechia, 1994) dalam (Saleh,
2004:897). Sehingga dalam hubungan keagenan, manajemen diharapkan dalam
mengambil kebijakan perusahaan terutama kebijakan keuangan yang menguntungkan
pemilik perusahaan. Bila keputusan manajemen merugikan bagi pemilik perusahaan
maka akan timbul masalah keagenan (Ismiyanti dan Hanafi, 2004:176).
Laporan
akuntansi berupa laporan keuangan memang dimaksudkan untuk digunakan oleh
berbagai pihak, termasuk manajemen perusahaan sendiri. Namun yang paling
berkepentingan dengan laporan keuangan sebenarnya adalah para pengguna
eksternal (diluar manajemen). Informasi akuntansi ini penting bagi pengguna
eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling
besar ketidakpastiannya.
Para pengguna
internal (para manajamen memiliki kontak langsung dengan entitas atau
perusahaannya dan mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi.,
sehingga tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar
pengguna eksternal (Irfan, 2002:88). Sehingga untuk mengurangi asimetri
informasi dan mencegah terjadinya konflik keagenan, sudah menjadi kewajiban
bagi pihak manajemen untuk melaporkan laporan keuangan secara tepat waktu.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Manajemen laba atau earnings management adalah penyajian
yang tidak tepat atas proforma ekonomis pada laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen atau
penyedia laporan keuangan dengan meningkatkan atau menurunkan laba atau earnings yang dilaporkan. Manipulasi
laba ini bertujuan untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan perusahaan
karena ada motivasi atau tekanan yang muncul di sisi penyedia laporan keuangan
untuk memanipulasi laporan keuangan. Manajemen laba dapat
terjadi karena penyusunan statement keuangan menggunakan dasar akrual. Dengan
menggunakan dasar akrual, transaksi atau peristiwa lain diakui pada saat
transaksi atau peristiwa lain tersebut terjadi bukan pada saat kas atau setara
kas diterima atau dikeluarkan. Unsur akrual dapat terjadi berdasarkan kebijakan
manajemen (discretionary accruals) atau non-kebijakan manajemen (nondiscretionary
accruals). Dasar akrual ini mempunyai implikasi bahwa laba akuntansi
antara lain ditentukan oleh besaran akrual baik yang discretionary maupun non discretionary
klo di laporan keuangan nilai manajemen laba apa ya.. hehe
BalasHapus