MANAJEMEN LABA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Manajemen laba atau earnings management adalah penyajian yang tidak tepat atas proforma ekonomis pada laporan keuangan  yang dilakukan oleh manajemen atau penyedia laporan keuangan dengan meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan. Manajemen laba merupakan salah satu fenomena yang tidak asing lagi didalam dunia akuntansi. Istilah manajemen laba ini muncul disebabkan karena konsekuensi langsung dari upaya-upaya manajer atau penyedia laporan keuangan untuk  memanipulasi informasi akuntansi khususnya laba. Manipulasi laba ini bertujuan untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan perusahaan karena ada motivasi atau tekanan yang muncul di sisi penyedia laporan keuangan untuk memanipulasi laporan keuangan.
Manajemen laba akan menimbulkan intepretasi yang salah dari para pengguna laporan keuangan, sehingga akan menyebabkan pengambilan keputusan yang salah dari pengguna laporan keuangan. Sebagai contoh seorang investor akan salah mengambil keputusan dalam melakukan investasi pada suatu entitas dimana entitas itu melakukan manajemen laba. Ekspektasi dan prediksi akan keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut akan berbeda dari keuntungan aktual dari aktivitas investasi tersebut. Menurut (National Commission on Fraudelent Financial Reporting, 1987 dalam Wahyudin 2003) manajemen  laba merupakan  tindakan yang dapat  menyesatkan pemakai laporan keuangan dengan menyajikan informasi tidak akurat dan bahkan kadang merupakan penyebab terjadinya tindakan illegal, seperti penggunaan metodemetode akuntansi yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Manajemen laba memang berhubungan erat dengan tingkat perolehan  laba atau earnings, hal ini disebabkan karena laba yang diperoleh suatu entitas sering dijadikan tolak ukur dari para pengguna laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan sering menjadikan laba atau  earnings menjadi indikator keberhasilan dan kesuksesan dari sebuah entitas. Karena hal itulah setiap entitas berkeinginan untuk melaporkan tingkat laba yang lebih tinggi.
Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau penyedia laporan keuangan, karena terdapat motivasi yang diharapkan dari tindakan tersebut. Gumanti (2000) mengatakan bahwa  manajemen laba merupakan salah satu topik yang menarik untuk diteliti dan dibahas. Karena dengan meneliti manajemen laba dapat diperoleh gambaran akan perilaku para manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya selama periode tertentu dengan adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk mengatur laba atau data keuangan lain yang dilaporkan. Manajemen laba tidak harus dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi tetapi juga dapat dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi untuk mengatur keuntungan yang bisa dilakukan karena memang diperkenankan menurut standar dan peraturan yang berlaku.

1.2.      Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah menjelaskan tentang manajemen laba di perusahaan.

1.3.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang praktik manajemen laba.

1.4.      Manfaat Penelitian
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai manajemen laba.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.      Kajian Teori
Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan keuangan menggunakan dasar akrual. Dengan menggunakan dasar akrual, transaksi atau peristiwa lain diakui pada saat transaksi atau peristiwa lain tersebut terjadi bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan. Sebagai konsekuensi penggunaan dasar akrual ini, dalam statemen keuangan, laba dalam suatu periode dapat mengandung unsur kas dan akrual (non kas).
Unsur akrual dapat terjadi berdasarkan kebijakan manajemen (discretionary accruals) atau non-kebijakan manajemen (nondiscretionary accruals). Peningkatan penjualan secara kredit seiring dengan pertumbuhan perusahaan (tanpa perubahan kebijakan) dapat merupakan contoh nondiscretionary accruals, sedangkan perubahan biaya kerugian piutang yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen dalam penentuan biaya kerugian piutang dapat dijadikan contoh discretionary accruals. Dasar akrual ini mempunyai implikasi bahwa laba akuntansi antara lain ditentukan oleh besaran akrual baik yang discretionary maupun nondiscretionary
Manajemen laba dilakukan dengan tujuan tertentu. Misalnya, manajemen laba yang dilakukan dengan menggunakan akrual yang menaikan laba untuk tujuan mendapatkan harga saham yang relatif tinggi pada waktu penerbitan saham. Hasil penelitian bahwa terdapat manajemen laba dalam statement keuangan perusahaan sebagai go public dengan menggunakan akrual yang menaikan laba.
Manajemen laba dapat juga dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan terkait dengan kepemilikan saham manajemen. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dalam rangka program opsi saham karyawan. Dalam program ini, harga pengambilan opsi biasanya ditentukan pada saat penawaran program. Hal ini mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba sebelum tanggal hibah opsi yaitu menurunkan laba agar mempengaruhi harga saham dan dengan demikian manajemen dapat menerima opsi pada waktu harga saham relatif rendah.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1.1.      Pengertian Manajemen Laba
Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif. Hal tersebut membuat pihak manajemen berusaha untuk melakukan manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal.
Manajemen laba (earning management) didefinisikan oleh beberapa peneliti akuntansi secara berbeda-beda sbb :
1.      Widyaningdyah (2001 :92) membagi definisi manajemen laba menjadi dua yaitu:
a.       Definisi sempit
Earning management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Earning management dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manager untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam penentuan besarnya laba.
b.      Definisi luas
Earning management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas unit dimana manager bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.

2.      Healy dan Wahlen (1999: 368) memberikan definisi manajemen laba yang ditinjau dari sudut pandang penetap standar, yaitu manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu.

3.      Schipper (1989: 92) mengartikan manajemen laba dari sudut pandang fungsi pelaporan pada pihak eksternal, sebagai disclosure management, dalam pengertian bahwa manajemen melakukan intervensi terhadap proses pelaporan keuangan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Meskipun sudut pandang definisi manajemen laba yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti akuntansi berbeda, namun pada dasarnya definisi manajemen laba yang dikemukakan mengarah pada perspektif opportunis.
Scott (2000: 351) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak uang, dan political cost (opportunistic Earnings Management). Kedua, memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (efficient Earning Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melakukan manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Selain itu, dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen laba yang dilakukan oleh manajer tidak hanya dengan cara memaksimalkan laba tetapi juga dengan meminimalkan laba.

3.1.2.      Bentuk-Bentuk Manajemen Laba
1.      Taking a bath
Disebut juga big baths, bisa terjadi selama periode dimana terjadi tekanan dalam organisasi atau terjadi reorganisasi, misalnya penggantian direksi. Jika teknik ini digunakan maka biaya-biaya yang ada pada periode yang akan datang diakui pada periode berjalan. Ini dilakukan jika kondisi yang tidak menguntungkan tidak bisa dihindari. Akibatnya, laba pada periode yang akan datang menjadi tinggi meskipun kondisi tidak menguntungkan.
2.      Income minimization
Pola meminimumkan laba mungkin dilakukan karena motif politik atau motif meminimunkan pajak. Cara ini dilakukan pada saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan (write off) atas barang-barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, riset, dan pengembangan yang cepat.
3.      Income maximization
Maksimalkan laba bertujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, selain itu tindakan ini juga bisa dilakukan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang (debt covenant).
4.      Income smoothing
Perusahaan umumnya lebih memilih untuk melaporkan trend pertumbuhan laba yang stabil dari pada menunjukkan perubahan laba yang meningkat atau menurun secara drastis.
5.      Timing Revenue and Expenses Recognation.
Teknik ini dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang berkaitan dengan timing suatu transaksi, misalnya pengakuan premature atas pendapatan.

3.1.3.      Motivasi Manajemen Laba
Menurut Scott (2003: 377), motivasi manajemen melakukan tindakan pengaturan laba adalah sebagai berikut :
1.      Rencana Bonus (bonus scheme)
Manajer perusahaan yang mendapatkan rencana bonus akan memilih kebijakan akuntansi yang sedikit konservatif dibandingkan dengan manajer perusahaan tanpa rencana bonus. Manajer dengan rencana bonus akan menghindari metode akuntansi yang mungkin melaporkan net income lebih rendah. Manajer menggunakan laba akuntansi untuk menentukan besarnya bonus, cenderung memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimumkan laba.
Dalam rencana bonus ada istilah bogey dan capbogey merupakan tingkat laba minimum untuk memperoleh bonus. Sedangkan cap adalah tingkat laba maksimum untuk memperoleh bonus. Jika laba ada di atas cap, ada tidaknya bonus tergantung pada kontrak yang dilakukan antara pemegang saham dan manajer. Manajemen laba dapat dilakukan dengan menggeser laba ke periode berikutnya. Jika laba berada dibawah bogey maka manajer akan semakin mengurangi laba bersih. Dengan demikian kemungkinan untuk mendapatkan bonus di periode berikutnya akan meningkat.

2.      Kontrak utang jangka panjang (Debt Covenant)
Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman (lender atau kreditur) dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti deviden yang berlebihan, pinjaman tambahan, atau membiarkan modal kerja dan kekayaan pemilik berada dibawah tingkat yang telah ditentukan yang mana semuanya menurunkan keamanan atau menaikkan risiko bagi kreditur yang telah ada.
Motivasi ini sejalan dengan hipotesis debt covenant dalam teori akuntansi positif yaitu semakin dekat suatu perusahaan dengan pelanggaran perjanjian hutang maka manajer akan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan sehingga dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak.

3.      Motivasi Politis (political motivation)
Aspek politis tidak dapat dilepaskan dari perusahaan, khususnya perusahaan besar dan strategis, karena aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak. Perusahaan yang berkecimpung dibidang penyediaan fasilitas bagi kepentingan orang banyak seperti listrik, air, telekomunikasi, dan sarana infrastruktur, secara politis akan mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Perusahaan seperti ini cenderung menurunkan laba untuk mengurangi visibilitasnya, khususnya selama periode kemakmuran tinggi. Tindakan ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah misalnya subsidi.

4.      Motivasi Perpajakan (taxation motivation)
Perpajakan merupakan salah satu alasan utama mengapa perusahaan mengurangi laba bersih yang dilaporkan. Dengan mengurangi laba yang dilaporkan maka perusahaan dapat meminimalkan besarnya pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah.

5.      Pergantian Direksi
Beragam motivasi timbul di sekitar waktu pergantian direksi sebagai contoh, direksi yang mendekati masa akhir penugasan atau pensiun akan melakukan strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya. Demikian juga dengan direksi yang kurang berhasil memperbaiki kinerja perusahaan akan cenderung memaksimalkan laba untuk mencegah atau membatalkan pemecatannya.

6.      Penawaran Perdana (initial public offering)
Ketika perusahaan dinyatakan telah go public, informasi keuangan yang ada didalam prospektus merupakan sumber informasi penting. Informasi ini dapat digunakan sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan. Untuk mempengaruhi keputusan calon investor, maka manajer berusaha menaikkan laba yang dilaporkan. Selain itu, motivasi pasar modal juga mempengaruhi dalam tindakan manajemen laba. Penggunaan informasi secara luas oleh investor dan analisis keuangan untuk melindungi nilai sekuritasnya, dapat menciptakan dorongan manajer untuk memanipulasi laba dalam usahanya untuk mempengaruhi kinerja sekuritas jangka pendek.

3.1.4.      Teknik Manajemen Laba
Teknik dan pola manajemen laba menurut Asyik (2000: 23) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu :
1.      Perubahan metode akuntansi
Manajemen mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba.
2.      Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi
Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkanjudgment (kebijakan) perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektivitas dalam menyusun estimasi.
3.      Menggeser periode biaya atau pendapatan
Manajemen menggeser periode biaya atau pendapatan (sering disebut manipulasi keputusan operasional)

3.1.5. Mendeteksi Manajemen Laba
Kesalahan dalam memprediksi ada atau tidaknya praktek manajemen laba di dalam perusahaan menyebabkan penilaian terhadap kinerja perusahaan menjadi bias. Beberapa pendekatan pun muncul untuk mengurangi kesalahan tersebut. Beberapa pendekatan untuk mengetahui keberadaan manajemen laba antara lain:

1. Penggunaan Distribusi Laba
Salah satu pendekatan dalam mengidentifikasi manajemen laba oleh suatu perusahaan adalah distribusi laba. Pendekatan ini melihat adanya batas pelaporan laba (earning threshold) yang harus dicapai. Perusahaan yang labanya berada dibawah batas pelaporan laba akan berusaha menaikkannya agar melewati ambang batas tersebut. Cara yang paling memungkinkan adalah dengan menggunakan manajemen laba. Kasus seperti ini ditunjukkan oleh terlalu sedikitnya perusahaan yang melaporkan laba di bawah batas dan sebaliknya terlalu banyaknya perusahaan yang melaporkan laba diatas batas.
Yulianti (2004) menunjukkan bahwa manajemen laba untuk menghindari kerugian terjadi pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ antara tahun 1999-2002. Hal itu terlihat dari patahnya distribusi laba yang ditunjukkan dengan terlalu banyaknya perusahaan yang melaporkan laba rendah (small profit firms) dibandingkan perusahaan yang melaporkan rugi rendah (small loss firms). Menurut Burgstahler dan Dichev (1997) patahnya distribusi laba dan perubahan laba disekitar earning threshold seharusnya mengikuti pola distribusi normal. Patahnya distribusi laba tersebut menurut Burgstahler dikarenakan :
·      Titik pelaporan laba nol; yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk menghindari pelaporan kerugian.
·      Titik perubahan nol; yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk menghindari penurunan laba.

2. Pendekatan Beban Pajak Tangguhan
Pendekatan lain dalam mendeteksi manajemen laba ialah dengan menggunakan beban pajak tangguhan. Beban pajak tangguhan (deferred tax expense) timbul akibat perbedaan temporer antara laba komersil (laba bersih didalam laporan laba-rugi) dengan laba fiskal (laba hasil perhitungan kantor pajak). Perbedaaan tersebut dikarenakan pelaporan keuangan perusahaan menggunakan PSAK sedangkan laporan keuangan fiskal menggunakan undang-undang pajak. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) memberikan kebebasan manajemen dalam menentukan prinsip atau asumsi pembuatan laporan keuangan. Peraturan pajak lebih ketat dan konservatif dalam menentukan kebijakan pelaporan keuangan.
Metode ini berdampak laba perusahaan pada suatu periode tinggi namun, menurun dibeberapa periode berikutnya. Variabel beban pajak tangguhan diukur dengan melihat perubahan antara aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets) dan kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities). Penggunaan beban pajak tangguhan dalam mendeteksi manajemen laba menjadi penting karena metode sebelumnya, akrual, terbuka peluang untuk kesalahan. Penelitian menggunakan beban pajak tangguhan untuk mendeteksi manajemen laba di Indonesia dilakukan oleh Yulianti (2004).

3. Indeks Beneish
Beneish (1999: 10-12) melakukan penelitian dalam mendeteksi manajemen laba dengan menggunakan informasi akuntansi yang terdapat di dalam laporan keuangan. Metode yang digunakan ialah berupa rasio (indeks) keuangan dimana variabel-variabelnya merupakan variabel yang diduga dapat dilakukan rekayasa untuk meningkatkan atau menurunkan laba. Ukuran rasio keuangan digunakan karena dapat menangkap distorsi yang muncul dari tindakan manajemen laba sekaligus sebagai acuan investor dalam menganalisis laporan keuangan. Indeks tersebut adalah, Days Sales in Receiveable Index, Gross margin Index, Asets Quality Index, Sales Growth Index, Depreciation Index Sales, general and administration expense index, Leverage Index, dan Total acrual to total aset.

3.1.6. Teori Keagenan
Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) dalam Masdupi (2005, 59) mendefinisikan teori keagenan sebagai hubungan antara agen (manajemen suatu usaha) dan principal (pemilik usaha). Di dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal.

Dalam model keagenan dirancang sebuah sistem yang melibatkan kedua belah pihak, sehingga diperlukan kontrak kerja antara pemilik (principal) dan manajemen (agent). Dalam kesepakatan tersebut diharapkan dapat memaksimumkan utilitas principal, dan dapat memuaskan serta menjamin agen untuk menerima reward dari hasil aktivitas pengelolaan perusahaan. Perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajemen terletak pada maksimalisasi manfaat (utility) pemilik (principal) dengan kendala (constraint) manfaat (utility) dan insentif yang akan diterima oleh manajemen (agent). Karena kepentingan yang berbeda sering muncul konflik kepentingan antara pemegang saham/ pemilik (principal) dengan manajemen (agen).

Informasi laporan keuangan yang disampaikan secara tepat waktu akan mengurangi asimetri informasi yang erat kaitannya dengan teori agency (Kim dan Verrechia, 1994) dalam (Saleh, 2004:897). Sehingga dalam hubungan keagenan, manajemen diharapkan dalam mengambil kebijakan perusahaan terutama kebijakan keuangan yang menguntungkan pemilik perusahaan. Bila keputusan manajemen merugikan bagi pemilik perusahaan maka akan timbul masalah keagenan (Ismiyanti dan Hanafi, 2004:176).

Laporan akuntansi berupa laporan keuangan memang dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk manajemen perusahaan sendiri. Namun yang paling berkepentingan dengan laporan keuangan sebenarnya adalah para pengguna eksternal (diluar manajemen). Informasi akuntansi ini penting bagi pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya.

Para pengguna internal (para manajamen memiliki kontak langsung dengan entitas atau perusahaannya dan mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi., sehingga tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar pengguna eksternal (Irfan, 2002:88). Sehingga untuk mengurangi asimetri informasi dan mencegah terjadinya konflik keagenan, sudah menjadi kewajiban bagi pihak manajemen untuk melaporkan laporan keuangan secara tepat waktu.

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Manajemen laba atau earnings management adalah penyajian yang tidak tepat atas proforma ekonomis pada laporan keuangan  yang dilakukan oleh manajemen atau penyedia laporan keuangan dengan meningkatkan atau menurunkan laba atau  earnings yang dilaporkan. Manipulasi laba ini bertujuan untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan perusahaan karena ada motivasi atau tekanan yang muncul di sisi penyedia laporan keuangan untuk memanipulasi laporan keuangan. Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan statement keuangan menggunakan dasar akrual. Dengan menggunakan dasar akrual, transaksi atau peristiwa lain diakui pada saat transaksi atau peristiwa lain tersebut terjadi bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan. Unsur akrual dapat terjadi berdasarkan kebijakan manajemen (discretionary accruals) atau non-kebijakan manajemen (nondiscretionary accruals). Dasar akrual ini mempunyai implikasi bahwa laba akuntansi antara lain ditentukan oleh besaran akrual baik yang discretionary maupun non discretionary






Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer