Kembali Fitri

www.unsplash.com. Photo by Agustinus Nathaniel
Kembali fitri, tapi meninggalkan yang wajib demi mengutamakan yang sunnah. Bergegas datang untuk mendapatkan shaf terdepan demi salat di hari kemenangan sampai lupa menjalankan kewajiban lima waktu yang seharusnya lebih diprioritaskan. Hilir mudik melewati tempat ibadah tanpa menghiraukan panggilan suara untuk melaksanakan kewajiban di waktu lainnya. Mereka beralasan nanti bisa dilakukan di tempat yang ingin dilakukan kunjungan. Suara pengeras suara yang pada hari-hari sebelumnya terdengar begitu jelas mendapat perlawanan dari suara knalpot kendaraan yang lalu lalang melewati setiap jalan.

Kembali fitri, dengan menggunakan pakaian terbaik yang terlihat dari kejauhan memancarkan warna terang yang menandakan itu adalah baju yang sengaja dikenakan di hari kemenangan, namun sayang pakaian itu tidak digunakan pertama kali saat mengunjungi rumah Tuhan. Sang penjaga pun heran kemana semua perginya mereka yang ada di bulan ramadhan semalam. Tapi sang penjaga masih berbaik sangka kalau mereka sedang bepergian menuju rumah saudara, meskipun terlihat di depan matanya mereka asyik bercengkrama di saat azan sudah berkumandangkan.

Kembali fitri, tapi langsung mengotori diri dari dengan melakukan hal yang tak seharusnya dilaksanakan. Mereka beralasan bahwa ini momen setahun sekali jadi wajar harus dirayakan. Rela berpanas-panasan dengan tak kenal lelah mengetuk pintu rumah tetangga hingga sanak saudara hanya untuk sekedar memberikan ucapan “mohon maaf atas segala kesalahan”. Pergi di pagi hari dan kembali di waktu petang dengan masih menggunakan pakaian yang sama hanya untuk satu tujuan dengan embel-embel silaturahmi.

Kembali fitri, bukan dalam bentuk perbuatan namun hanya lisan yang terucapkan. Mengucapkan mohon maaf lahir dan batin hanya sekedar formalitas ya karena memang gabungan kata tersebut yang cocok diucapkan di hari kemenangan. Tapi sampai berapa lamakah bertahan kalimat “maaf atas segala kesalahan” yang pada pagi hari mulai diucapkan dan disebarkan di media sosial? Hanya Sang Pencipta yang punya wewenang untuk menentukan.

Kembali fitri, tapi langsung lupa melaksanakan perbuatan yang pernah dikerjakan di bulan Ramadhan. Layaknya seorang yang terkena amnesia yang tak dapat mengingat kembali perbuatan baik apa yang sudah dilakukan sebelumnya. Seakan kata fitri sebagai garis awal untuk segara kembali menjalankan aktivitas semula yang sebelumnya tidak pernah atau dilarang di bulan Ramadhan.

Kembali fitri itu kembali bersih, tidak ada noda sedikitpun yang menghampiri, layaknya anak bayi yang baru saja hadir ke bumi. Meskipun Rinso sebagai ikon deterjen berani mempromosikan diri membersihkan paling bersih tapi tetap saja dirinya tak bisa membersihkan dosa di dalam diri seorang insan yang tinggal di bumi. Mempertahankan tetap menjadi fitri itu sebisa mungkin mengikuti lamanya durasi sinetron cinta fitri yang pernah ditayangkan di sebuah stasiun televisi. Tapi, apakah mungkin bisa mempertahankan momen seperti ini dengan emosi labil yang bisa saja dalam waktu sekejap langsung menciptakan tindakan yang segera dicatatkan oleh malaikat sebelah kiri?

Komentar

Postingan Populer